Meningkatkan minat belajar anak sebenarnya tidak 
terlalu sulit akan tetapi tidak juga mudah. Cara sederhana dalam 
meningkatkan minat belajar anak adalah kenali hal-hal apa yg disukai 
oleh anak dan ajak dia melakukan hal tersebut. Padukan hal-hal yang 
disukai dengan menambahkan pendidikan di dalam nya. Niscaya minat 
belajarpun meningkat.
Kuncinya adalah mengetahui apa yg dapat 
membuat anak tertarik dan ingin belajar. Bagi anak usia delapan tahun 
kebawah, belajar harus berangkat dari minat si anak itu sendiri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Indonesia Dhanang Sasongko berpendapat, sifat dasar anak adalah senang belajar. Itu bisa terlihat sejak usia dini. Dimulai dari anak belajar berjalan, dia jatuh dan bangkit lagi atas kemauan sendiri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Indonesia Dhanang Sasongko berpendapat, sifat dasar anak adalah senang belajar. Itu bisa terlihat sejak usia dini. Dimulai dari anak belajar berjalan, dia jatuh dan bangkit lagi atas kemauan sendiri.
Sayangnya,
 lanjut dia, ketika anak menginjak usia empat tahunan, banyak terjadi 
intervensi orang dewasa, dalam hal ini orang tua. Dengan begitu minat 
belajar anak sesungguhnya itu menjadi terintervensi. Anak belajar karena
 kewajiban dan dorongan dari orang tua. “Akhirnya dia menjadi tertekan,”
 kata Dhanang.
Prinsip dasar belajar anak-anak haruslah 
menyenangkan . Karena dengan belajar menyenangkan akan menumbuhkan 
emosional yg positif. Dalam proses belajar, anak harus diposisikan 
sebagai subjek dan bukan objek. Sebaiknya anak belajar atas inisiatif 
diri sendiri.
Bila dalam proses belajar, si anak menjadi 
objek, maka yang banyak melakukan intervensi adalah pendidik. Si anak 
dijadikan robot dan terlalu banyak diarahkan oleh pendidik. Hasilnya 
akan membuat anak menjadi malas belajar, belajar tidak efektif.
Dalam
 system belajar, anak harus ikut terlibat dlm proses pembelajaran. Salah
 satu caranya mungkin sebaiknya dlm satu kelas jangan sampai terlalu 
banyak siswa. Problem yg akan terjadi akan ada anak-anak yg merasa tidak
 diperhatikan. Dengan begitu minat belajarnya karena keterpaksaan.
Solusinya,
 guru dituntut punya kompetensi dengan kondisi-kondisi yg terjadi 
sekarang ini. Guru perlu memahami bahwa anak didiknya adalah subjek. 
“Secara psikologi, guru-guru juga harus memahami keanekaragaman minat 
belajar anak,” ujar Dhanang.
Dia menyarankan , dalam proses 
belajar perlu dikembangkan metode pelajaran tematik yg aplikatif. Ada 
pembahasan-pembahasan atas sebuah masalah. Misalkan soal banjir, mungkin
 saja dari pembahasan itu mundul ide-ide yg luar biasa dan cemerlang 
dari anak. Atau dlm pelajaran mengenai stek tumbuhan, anak-anak bisa 
diajak untuk mempraktikkan langsung dilapangan.
Kalaupun tidak
 bisa melakukan kegiatan praktik diluar ruang, bisa saja dengan cara 
menyajikan sejumlah materi tematik dan contohnya via media visual di 
dalam kelas.
Sebagai contoh, Dhanang menunjukkan apa yg sudah 
dilakukan di sekolah-sekolah alam. Ternyata anak-anak lebih mudah 
menyerap pelajaran dengan baik dan menyenangkan.
“Belajar tidak hanya teori. Teori dibutuhkan dalam rangka mengejar standardisasi kurikulum. Tapi untuk mencapai tujuan-tujuan itu, perlu ada media belajarnya yg menyenangkan bagi anak,” kata Dhanang.
“Belajar tidak hanya teori. Teori dibutuhkan dalam rangka mengejar standardisasi kurikulum. Tapi untuk mencapai tujuan-tujuan itu, perlu ada media belajarnya yg menyenangkan bagi anak,” kata Dhanang.
Sementara itu, marlina,
 guru sekolah rumah di Perumahan Bumi Sawangan Indah Depok, mengaku 
punya trik jitu dlm mengajak anak agar tertarik belajar. Sebelum mulai 
mengajar, terlebih dulu dia harus mengetahui hal-hal apa saja yg 
disukainya dan tidak disukai.
“Nah, dari situ bila ada anak yg
 sedang malas belajar, saya mengajak dia melakukan suatu kegiatan yg 
disukainya,” katanya. Misalnya anak suka menggambar, sebelum mengajak si
 anak belajar, terlebih dulu dia di ajak menggambar beberapa saat. 
Selanjutnya , setelah mood belajarnya bangkit. Barulah si anak diajak 
belajar lagi.
REWARD YES, PUNISHMENT NO
Sebisa 
mungkin orang tua memberikan reward atau penghargaan kepada anak atas 
berbagai prestasi yg dilakukan. Sebaliknya sedapat  mungkin menghindari 
bentuk punishment atau hukuman. Sebab, hukuman yg kelewat batas akan 
membuat harga diri anak down atau turun.
“Jenjang pendidikan 
anak masih jauh dan panjang, hasil sebuah proses belajar tidak bisa 
diukur oleh satu hari, satu minggu atau satu bulan. Tapi merupakan 
proses berkelanjutan. Untuk itu orang tua perlu memberikan reward dan 
dorongan, “kata Dhanang Sasongko, sekjen Asah Pena Indonesia .
Menurut
 dia, dasar untuk mendorong minat belajar anak, kita perlu meningkatkan 
rasa percaya diri anak. Sebagai contoh : bila anak mendapat nilai 
matematika jelek, 4, orang tua dpt mendorongnya dengan mengatakan: “Oh 
iya putra/i dapat nilai 4 ya. Tidak apa-apa dulu ayah/ibu juga pernah 
kok dpt nilai 4 tapi setelah mencoba memperbaikinya, ternyata ayah bisa 
berhasil dapat angka 8.
Seorang anak tidak mungkin dapat 
menguasai semua mata pelajaran. Mungkin ada anak yg unggul disatu 
pelajaran lain. Kemudian orang tua justru memberikan anak les 
dipelajaran yg lemah tadi. Sedangkan pelajaran yg unggul justru 
dilupakan.
Menurut Dhanang , ditinjau dari sudut perkembangan 
anak , apa yg dilakukan orang tua tadi agak keliru . Kenapa bukan 
keunggulan si anak tadi yg diasah dan dikembangkan terus. Nah, yg kurang
 itu hanya sebagai pelengkap.
“Jangan sebaliknya malah yg 
kurang didorong terus dan dipaksakan sehingga anak menjadi tertekan. 
Akhirnya, anak menjadi stress dan keunggulannya pun akhirnya hilang,” 
ujarnya.
Mengenai bentuk reward yg kerap diberikan orang tua 
ketika anaknya berhasil dalam pelajaran sekolah, Dhanang berpendapat, 
hal itu boleh-boleh saja sejauh dalam rangka menunjang kegiatan belajar 
si anak.
Namun, dia mengigatkan, sebisa mungkin nilainya tidak
 terlalu mahal dan terkesan wah bagi si anak. Ini dimaksudkan agar anak 
punya standar keinginan atas reward-nya . “Reward diberikan hanya dalam 
rangka memotivasi anak,” tegasnya
Hal terpenting adalah 
memberikan kasih sayang kepada anak. Terkadang anak berbuat baik, 
orangtua tidak memberikan reward karena hal itu dianggap biasa saja, 
tapi manakala si anak berbuat tidak baik, maka orang tua memberikan 
reaksi luar biasa dengan memberikan punishment.
Dhanang mengatakan, orang tua harus mengubah paradigma terhadap anaknya. Bahwa anak berbuat baik itu bukanlah hal yg biasa, tapi merupakan suatu hal yg luar biasa.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar